Minggu, 27 April 2014

RPP FISIKA



Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
( RPP )
Satuan Pendidikan : SMP
Mata Pelajaran       : Fisika
Kelas/Semester      : VII/ dua
Peminatan              : Nur Astria Rahmawati
Materi Pokok         : Kalor
Pertemuan ke         : 1 dan 2
Alokasi Waktu       : 120 menit

A.    TUJUAN PEMBELAJARAN
1.      Kognitif
Setelah mempelajari pokok bahasan :
1.      Siswa mampu memberikan definisi tentang kalor (C1)
Alasan : karena menurut Teori Pieget pada buku Psikologi Pendidikan karya Jeanne Ellis Ormrodusia . Pada usia 12 tahun anak sudah masuk kedalam tahap oprasional formal, dimana siswa sudah dianggap mampu memikirkan dan membayangkan konsep dan juga mengenali kesimpulan yang logis, oleh sebab itu, pada tahap ini anak dianggap mampu memberikan definisi menurut hasil pemikirannya.
2.      Siswa mampu mengidentifikasi jenis-jenis kalor (C1)
Alasan : karena menurut Teori Pieget pada buku Psikologi Pendidikan karya Jeanne Ellis Ormrodusia . Pada usia 12 tahun anak sudah masuk kedalam tahap oprasional formal, dimana siswa sudah dianggap mampu mimisahkan dan mengontrol variable. Oleh sebab itu, siswa dianggap sudah mampu mengidentifikasikan sesuatu.
3.      Siswa mampu memberikan contoh tentang kalor yang sering terjadi dalam keseharian mereka. (C2)
Alasan : karena menurut Teori Pieget pada buku Psikologi Pendidikan karya Jeanne Ellis Ormrodusia . Pada usia 12 tahun anak sudah masuk kedalam tahap oprasional formal, dimana siswa sudah dianggap mampuuntuk memberikan contoh tentang aplikasi teori karena siswa sudah dapat mengemukakan penjelasan terhadap suatu fenomena yang terjadi.
4.      Siswa mampu memperhitungkan besarnya kalor.( C3)
Alasan : karena menurut Teori Pieget pada buku Psikologi Pendidikan karya Jeanne Ellis Ormrodusia . Pada usia 12 tahun anak sudah masuk kedalam tahap oprasional formal, dimana pada tahap ini kemampuan matematika siswa cenderung membaik. Soal-soal abstrak menjadi lebih mudah dipecahkan. Oleh sebab itu, diharapkan siswa sudah mampu memperhitungkan besarnya kalor sesuai matematis.

2.      Psikomotorik
Setelah mempelajari pokok bahasan :
1.      Siswa mampu menggunakan thermometer dan neraca untuk mengukur suhu serta massa. (P4)
Alasan : karena untuk mengukur suhu dan kalor dibutuhkan pengembangan skill atau kemampuan tersebut untuk mengukur kalor. Kegiatan  pengukuran juga melatih psikomotorik halus anak.
2.      Siswa mampu mendemonstrasikan percobaan yang sesuai dengan prinsip Asas Black. (P4)
Alasan : Pada masa  remaja anak-anak sudah mampu berpikir, mengkoordinasi pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri. Oleh sebab itu, kata operasional “ mendemonstrasikan “ dianggap cocok agar siswa dapat mengekspresikan ide-idenya.  

 

Minggu, 20 April 2014

Teori Belajar

 Tujuan : 1. Pembaca dapat membedakan teori belajar conditioning dan connectionism.
              2. Pembaca dapat membuat RPP yang berkaitan dengan teori belajar conditioning dan 
                  connectivisme.
              3. Pembaca dapat menerapkan teori conditioning dan connectivism untuk membantu
                  perkembanagan belajar anak.

       Belajar adalah sesuatu yang sering kita lakukan. Mulai dari belajar formal maupun non formal. Sejak usia dini kita sudah diperkenalkan dengan dunia belajar. Namun, apa sebenarnya " belajar " itu ?
Menurut Witherington, dalam buku Educational Psychology menyatakan bahwa : " Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian."
jadi dapat disimpulkan bahwa, tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut beberapa aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis.
           
          Beberapa teori belajar yang terkenal dalam psikologi antara lain ialah :

1.      Teori Conditioning
Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.


     mollymocil.blogspot.com


Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:
Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.
Gambar ketiga.Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi. Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air liur karena menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.


 apabila ditinjau dalam Al quran, teori behavioristik ini mendekati dengan ayat sebagai berikut :

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya :
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,  ketika dia memberikan pelajaran kepadanya,”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kedzliman yang besar”. (Luqman, 31 : 13).
  
2.Teori Conectionism
Dalam penelitianya Thorndike menggunakan beberapa jenis binatang yaitu anak ayam, anjing, ikan, kucing dan kera. Percobaan yang dilakukan mengharuskan binatang tersebut keluar dari kandang untuk memperoleh makanan. Untuk keluar dari kandang binatang-binatang tersebut harus membuka pintu, menumpahkan beban dan mekanisme lolos lainya yang sengaja dirancang. Pada saat dikurung, binatang-binatang tersebut menunjukan sikap mencakar, menggigit, menggapai dan bahkan memegang atau mengais dinding kandang. Cepat atau lambat, setiap binatang akan membuka pintu atau menumpahkan beban untuk dapat keluar dari kandang dan memperoleh makanan. Pengurungan yang dilakukan berulang-ulang menunjukan penurunan frekuensi binatang tersebut untuk melakukan pencakaran, penggigitan, penggapaian, atau pengaisan dinding kandang dan tentu saja waktu yang dibutuhkan untuk keluar kandang cenderung menjadi lebih singkat.

Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya.
Ciri-ciri belajar dengan trial and eror:
a)      Ada motif pendorong aktivitas.
b)      Ada berbagai respon terhadap situas.
c)      Ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah.
d)     Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.

Teori belajar koneksionisme ini ada juga kelemahannya antara lain:
a)      Belajar menurut teori ini bersifat mekanistis.
b)      Pelajaran bersifat teacher-centered. Yang terutama aktif adalah guru. Dialah yang melatih anak-anak dan yang menentukan apa yang harus diketahui oleh anak-anak.
c)      Anak-anak pasif artinya kurang didorong untuk aktif berfikir, tak turut menentukan bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
d)     Teori ini membutuhkan pembentukan meteriil, yakni menumpuk pengetahuan, dan arena itu sering menjadi intelektualis. Knowledge is power. Pengetahuan dianggap berkuasa.




sumber : Mahmud.2010.Psikologi Pendidkan.Jakarta : Pustaka setia.

              mollymocil.blogspot.com